Minggu, 09 Desember 2012

Hokkaido, Japan, Padan bunga Lavender di cerita Hokkaido, Summer and You!





Ladang bunga matahari, Hokkaido, Japan



Peta Hokkaido, Japan








Ini blog pertama dan cerita pertamaku!!!
Enjoy!

Hokkaido, Summer, and You!


Musim panas. Hokkaido. Ladang Bunga Matahari. Bukit-bukit dan gunung. Dusun-dusun kecil. Dirimu, dan memori kita

Takahiro Natsu, si tampan berumur 17 tahun, yang merupakan tuan muda sebuah perusahaan terkenal Jepang, sedang dalam perjalanan menuju Hokkaido bersama ibunya. Sebenarnya, ia sama sekali tidak senang ataupun bangga mempunyai seorang ayah sukses dan ibu yang terkenal. Menurutnya, ayahnya hanyalah seorang ayah yang tidak bertanggung jawab dan ibunya hanyalah seorang monster yang menciptakan kepribadian sombong dalam dirinya. Natsu memandang ke arah jendela pesawat. Bunga bunga matahari mekar di bawahnya terlihat seperti miniatur kecil. Bunga Matahari. Selalu mengingatkan dirinya pada seseorang. Alasan mereka pergi ke Hokkaido setiap musim panas, untuk menemui kakek nenek mereka. Tapi, alasan utama Natsu bukanlah itu, melainkan, untuk bertemu dengan seseorang. Seorang gadis yang mengajarkannya cinta, pertemanan, dan hal-hal yang tak bisa dibeli dengan uang. Matsuda Kako. Ia teringat kembali masa kecilnya bersama gadis itu. Sejak kecil, ia tahu ia adalah boneka ibunya untuk membalas dendam pada ayah mereka yang sering berselingkuh. Baginya itu tidak masalah. Menurutnya, nilai seorang manusia hanya berbataskan pada kehormatan, uang, dan garis keturunan. Tapi, semuanya berubah sejak 10 tahun terakhir. Musim panas pertama ia dan ibunya pergi ke Hokkaido, mereka langsung dibenci karena kesombongan ibunya. Sebenarnya, ia merasa kesepian. Tapi, dengan sifatnya yang buruk, ia yakin dia tidak akan mendapatkan satu temanpun. Semuanya sama saja, di Tokyo pun juga seperti ini. Kesepian. Natsu kecil yang ditinggal ibunya yang berkumpul dengan wanita kaya lainnya semakin merasa kesepian. Dan pada saat itulah malaikatnya datang. Seorang anak laki-laki mendatanginya dan mengajaknya bermain sambil mengulurkan tangannya. Natsu yang tidak percaya, malah memalingkan muka, dan jujur saja, dia menyesal dan berharap anak itu tidak meninggalkannya. dan beruntungnya, harapannya terkabul, anak itu tetap bersikukuh mengajaknya bermain. Dan itulah, teman pertamanya. Musim panas berikutnya, ia baru mengetahui bahwa teman pertamanya adalah seorang perempuan. Ironis sekali. Natsu selalu tertawa jika mengingat hal itu. Kemudian musim panas tahun-tahun berikutnya, perasaannya semakin berkembang menjadi cinta. Dan dia berniat menyatakannya pada Festival Tanabata tahun ini, berserta dengan satu rahasia kecil yang dibencinya.

 "Natsu, kita sudah sampai"

Suara ibunya menariknya ke alam sadar.Ternyata mereka sudah sampai di Bandara Shinchitose, bandara di Hokkaido. Natsu turun dari pesawat pribadinya tanpa barang-barang bawaannya. Tidak perlu lagi membawanya. Untuk apa? Bukankah ia memiliki pegawai-pegawai yang seharusnya membawakan barang-barang itu untuknya? Dan tidak seperti orang-orang pada umumnya, ia dan ibunya tidak perlu mengurus kedatangannya di Hokkaido. Seluruh Jepang sudah tahu siapa dirinya. Seorang anak perusahaan ternama yang sudah pasti akan menjadi penerus ayahnya. Tiba-tiba ponselnya berdering. Satu pesan suara. Natsu berharap bukan ayahnya yang mengirim pesan itu. Dengan malas ia membuka ponselnya dan seulas senyum tersungging di bibirnya setelah mengetahui nama pengirimnya.Gadis itu. Natsu baru saja menempelkan ponselnya ke telinganya ketika terdengar teriakan dari sana.

"Natsuuu!!! Sudah berapa lama kau tak mengangkat teleponku?! Apa kau sudah ada di Hokkaido?! Aku masih di sekolah! Kalau sudah sampai, jemput aku ya di sekolah, jangan gunakan mobilmu. Jalan kaki saja! Bye!"

Apa?! Jalan Kaki?! Yang benar saja?! Memangnya dia orang kampung yang terbiasa jalan kaki atau naik sepeda?! Tapi, demi gadis itu Natsu tetap menurutinya. Tapi, sebelum itu, ia harus terlebih dahulu membohongi ibunya.


***
Lama sekali. Memangnya lelaki itu kura-kura?! Matsuda Kako, si cantik blasteran Inggris Jepang sedang menunggu seseorang di depan gerbang sekolahnya. Beberapa senior lelakinya yang ada di sana mengajaknya pulang bersama, tapi, tentu saja ia tolak. Karena, hari ini adalah hari kedatangan seseorang yang spesial di hidupnya. Takahiro Natsu. Jujur saja. Perasaan pada teman kecilnya sudah berubah menjadi sesuatu yang melebihi itu semua. Entah apa namanya. Kako melihat jam di ponselnya. Lama sekali. Kako memencet nomor lelaki itu dan hendak menelepon ketika seorang lelaki tampan datang berlari sambil terengah engah. Lelaki itu. Kako tersenyum sambil melambaikan tangannya.

"Natsu!!! Kau sudah datang! Tapi kenapa lama sekali?! Memangnya kau siput?!"

Natsu melirik kesal melihat ocehan gadis itu. Dasar! Sudah bagus ia mau berlari-lari demi gadis itu. Tapi, kekesalannya segera lenyap ketika gadis itu menggandeng tangannya dan mengajaknya berlari lagi melintasi bukit-bukit dan ladang bunga matahari. Beberapa orang desa menasihati mereka agar berhati-hati, tapi, mereka tak peduli. Angin musim panas menerjang wajah mereka berdua. Seakan-akan membisikan sesuatu. Kata-kata kenangan. Kako terus menarik Natsu sampai akhirnya mereka terjatuh di suatu bukit yang dihiasi bunga-bunga lavender. Mereka berbaring dengan masih berpegangan tangan. Menatap langit biru yang seakan disediakan hanya untuk mereka. Wangi Lavender memenuhi ruang penciuman Kako. 

"Indah ya? Musim Panas, Bunga Lavender, Langit biru..."

Kako terus mengoceh tanpa menyadari mata Natsu yang terus memandanginya. Gadis itulah. Obat penenangnya, pelanginya, hidupnya. 

"Hei, nanti kau datang kan ke Festival?"

"Sebenarnya tidak, tapi, kalau kau bilang sangat ingin, aku mau menemanimu." Ujar Natsu, masih tidak bisa menutupi gaya sombongnya. 

"aku... sangat ingin"

Natsu mendengar bisikan kecil. ia tertawa. Dasar! Apakah begitu susah berkata 'sangat ingin'?

"Baiklah, aku akan menemani anak kecil ini" 

Natsu menarik hidung Kako kemudian berlari meninggalkan gadis itu. Kako yang masih memegangi hidungnya ikut berlari mengejar Natsu. Padang bunga lavender yang sepi itu kini dipenuhi teriakan teriakan kecil dari 2 remaja konyol yang berlari lari. Lavender, langit biru, Hokkaido, Musim panas. dan hari-hari bersama lelaki itu, baru saja dimulai.

***

Festival Tanabata selalu ramai. Tak ada seorang pun yang mau ketinggalan. Kako mengenakan sebuah yukata putih bermotif ukiran dan bunga sakura. Ia sedang menunggu Natsu yang tak kunjung datang. Sudah 10 menit. Kemana saja lelaki itu? Selalu saja telat! Kako merasakan perutnya sedikit lapar, ia berjalan menuju toko takoyaki kemudian membeli satu. 

"Hai! Maaf telat!"

Kako menoleh. Takahiro Natsu sedang tersenyum tak berdosa kemudian ikut memesan dan duduk disebelahnya. Kako mendengus kesal. Sudah salah, masih bisa tersenyum. Dasar lelaki! Kako memalingkan wajah, tak membalas sapaan Natsu.

"Kekanak-kanakan. Masa begitu saja marah? Kau tahu? Aku bersusah payah menemuimu. Nenek sihir itu tidak mengizinkanku!"

Kako berpaling menatap Natsu. Nenek sihir? Siapa? Ibunya? Sejak kecil, Kako memang sudah mengetahui bahwa Natsu membenci ibunya. 

"ya sudah, kali ini kumaafkan. ayo jalan!" Kako mengajak Natsu dan berhenti ketika menyadari lelaki itu sedang menatapnya.

"Kau terlihat cantik."

Kako terkejut. Apa? Cantik? Dirinya? Ia merasakan debaran jantungnya berdegup 2 kali lebih cepat. Astaga Kako! Dia hanya teman masa kecilmu!!! Ya, hanya teman! Kako berusaha menenangkan jantungnya. Tapi, tidak menyadari sebuah perasaan yang kian lama kian membesar sejak 5 tahun terakhir ini.

Mereka berjalan berdampingan. Natsu menggenggam tangan Kako. Dan Kako masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia berharap Natsu tidak mendengar degupan nadinya yang cepat. Entah sejak kapan ia mempunyai perasaan ini pada teman kecilnya. Padahal,sebelumnya tidak.

"Hei, sebentar lagi pertunjukan kembang api akan dimulai. Ayo cepat!"

Natsu mengajak Kako menuju jembatan tempat pementasan kembang api. Mereka berdua berdiri di dekat jembatan dan menikmati indahnya sungai yang terdapat di bawah sana. Beberapa pasangan yang sedang menunggu pertunjukan kembang api juga berdiri disana. Natsu melirik gadis itu dengan bimbang. Astaga! Bagaimana cara mengutarkan perasaannya!? 

"Kako, aku... Aku.. Mencintaimu!"

Tepat pada saat itu, kembang api melucur menghiasi angkasa. Meramaikan langit dengan jutaan warna meriah. Tapi, 2 orang yang sejak tadi sangat menantikannya terdiam, mengacuhkan keindahan kembang api, saling bertatapan. Natsu mendekatkan bibirnya ke bibir gadis itu dan mengecup pelan bibir mungilnya. Ia dapat merasakan rasa manis lipgloss gadis itu. Gadis dihadapannya tidak membantah.

Hari sudah larut malam ketika Natsu mengantar gadis itu pulang ke rumahnya. Mereka berjalan dalam diam. Tidak seperti biasanya. Jujur saja, Natsu menyesal telah mengutarkan perasaannya. Ia takut gadis itu akan membencinya. Dan, ia belum memberi tahu rahasia kecil yang membuatnya tersiksa. Sampai di rumah Kako, Natsu melambaikan tangannya dan hendak berbalik ketika mendengar suara gadis itu.

"Natsu, aku, juga mencintaimu" 

Kemudian gadis itu berlari masuk ke dalam rumahnya dan meninggalkan Natsu sendirian dalam kebahagiaan.

***

Kako tak menyangka akhirnya ia dapat mengutarkan perasaannya. Ia meraba bibirnya, kemudian teringat lagi dengan kejadian saat Natsu mengecup bibirnya. Tanpa sadar, seulas senyum muncul di bibirnya, dan ia begitu berharap itu semua bukanlah mimpi.

Hari Sabtu, Sekolah libur. Hari itu, Kako berniat mengajak Natsu jalan-jalan, setelah menghubungi ponsel Natsu dan bersiap-siap, Kako menunggu di ladang bunga matahari. Dan, tidak seperti biasanya, lelaki itu datang lebih dahulu. Kako menyambutnya dengan senyuman biasa, seakan-akan tidak terjadi apa-apa kemarin. Tapi, sebenarnya hatinya meminta penjelasan. Jadi, mereka akan menjalin hubungan apa? Tetap berteman? atau Pacaran? Itulah alasan Kako mengajak Natsu pergi ke sini. 

"Hai Natsu, sedang apa kau disitu?"

Sial! Mengapa ia mengeluarkan kata-kata seperti itu?! Konyol sekali! 

"Tuan Putri, bukankah kau yang mengajakku kesini?" Ujar Natsu, menatap gadis itu. Ada yang aneh. Sepertinya gadis itu masih memikirkan kejadian semalam. Setelah melihat Natsu, entah mengapa Kako mengurungkan niatnya. Ia menggeleng kemudian mengajak Natsu berkeliling desa. 

Mereka melintasi bukit, bermain di sungai, dan membuat banyak kenangan. Sejujurnya, Natsu ingin menyampaikan pada gadis itu, bahwa, ini adalah hari terakhirnya di Hokkaido. Setelah itu, ia tidak akan pernah kembali lagi kesini. Ia akan pergi meninggalkan gadis itu. Kemarin ibunya mengetahui bahwa ia telah menyatakan perasaan pada gadis itu dan menamparnya. Natsu masih ingat jelas perkataan ibunya. 

'Kau adalah seorang penerus perusahaan ternama Jepang! Bagaimana kau bisa menyukai gadis kampung itu?! Kau sudah punya tunangan! Kau masih mau dengan gadis kampung itu?! Dimana harga dirimu?! Kita tidak akan kembali ke sini lagi, dan kalau memang ibu harus bertemu dengan kakek dan nenekmu, kau tidak perlu ikut.'

Jujur saja, Natsu memang sudah dijodohkan sejak kecil, dan itulah rahasia kecil yang membuatnya tersiksa. Tentu saja ia tidak ingin memberitahukan hal itu pada Kako. Tidak. 

Senja mulai menghiasi langit musim panas Hokkaido. Warna matahari yang kemerah merahan. Burung-burung. Kako dan Natsu sedang duduk di sebuah bukit, menatap ke arah senja. Natsu melirik ke arah gadis itu. Entah apa yang akan terjadi pada dirinya jika ia tidak dapat bertemu dengan gadis itu lagi. Hidupnya pasti akan memudar. Gadis itulah kehidupannya. Jika saja ia dapat hidup bersama lagi dengan gadis itu, ia rela meninggalkan hartanya. Meninggalkan segalanya.

"Kako, ayo kita pergi naik kereta, pergi jauh dari tempat ini, hanya kita berdua. Bagaimana, kau mau ikut?"

Gadis itu terkesiap. Tentu saja! Natsu sudah bisa menduganya, ia sendiri terkejut dengan mulutnya yang tiba-tiba meluncurkan kata-kata seperti itu. 

"Abaikan. Tadi aku kelepasan bicara. Hei, kau tahu cerita tentang Vega dan Altair?"

Kako menggeleng, Natsu tersenyum dan mulai menjelaskan. Vega dan Altair adalah 2 kekasih yang dipisahkan, mereka tak dapat bertemu kecuali pada perayaan Tanabata. Entah mengapa Vega dan Altair terasa seperti dirinya. Mereka tak dapat bertemu kecuali musim panas. Dan ini adalah terakhir kalinya ia bertemu dengan gadis itu. Natsu menatap gadis itu kemudian mengecup bibir gadis yang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Dan ia tahu ia tidak akan pernah bisa melupakan gadis itu. Ia tahu, gadis itu, bukan untuknya

***
Ini merupakan musim panas ketiga lelaki itu tidak datang. Sebenarnya, kemana saja dia? Kako sudah berusaha menghubungi ponsel lelaki itu. Tapi, selalu saja tidak aktif. Kako bahkan sudah mengiriminya surat! Tapi, tetap saja tak ada satupun yang dibalas. Pagi itu, Kako hendak mengambil beberapa surat untuk keluarganya dari kotak pos. Setelah membaca nama penerimanya, Kako akhirnya menemukan satu surat yang ditunjukan untuknya. Dari Natsu. Kako segera merobek amplop surat itu dan membacanya. Sebutir air mata bergulir di pipinya yang pucat, kemudian Kako berlari menuju bandara Shinchitose. Ia bertekad pergi ke Tokyo untuk bertemu dengan lelaki itu.

untuk Kako
Bagaimana kabarmu? Apakah Hokkaido masih sama? Aku berharap dapat bertemu denganmu lagi. Kalau musim panas sudah dekat, aku jadi teringat padamu. Senyummu, Tawamu, dan festival Tanabata saat itu. Apa disana langit masih terlihat seindah dulu? Saat kau bersamaku? Kalau mengingat tentangmu, aku menjadi semakin kesepan. Namun, semua itu sepertinya sudah biasa. Aneh ya? Itu karena kupikir perasaanku sudah lama mati dan tidak ada lagi. Sejak lahir, aku adalah boneka ibu. Ibu yang berusaha membalas dendam pada ayah memanfaatkaku. Dan aku tidak pernah mempersalahkan hal itu. Bagiku, nilai seorang manusia hanya diukur dari uang, kekayaan dan kehormatan. Tapi, semua itu hancur ketika mengenal kau. Kau ingat? Saat pertama kali kau mengajakku bermain? Saat itulah kau mengubah hidupku. Setiap hari bersamamu, kau selalu mengajarku warna-warna kehidupan. Dan, hidupku yang suram pun mulai berwarna. Hatiku yang beku mulai meleleh, dan entah sejak kapan aku menjadi menyukaimu. Kau tahu? Kaulah hidupku, dan aku hanya ingin berkata bahwa. Aku mencintaimu.
Salam Rindu,
Takahiro Natsu

***
 Tokyo begitu ramai. Tidak seperti yang dibayangkan oleh Kako. Kako memanggil sebuah taksi dari Haneda, Bandara Tokyo dan menunjukan pada sopir taksi itu sebuah alamat. Ya, alamat rumah Natsu yang didapatkan dari surat itu. Kako benar benar berharap dapat bertemu dengan lelaki itu lagi. 

***
Natsu sedang berada di ruang tamu. Ibunya baru saja hendak pergi mengatur pertemuan dengan gadis tunangannya. Sebenarnya, Natsu sendiri belum mengetahui wajah tunangannya itu. Karena malas, Natsu menolak ikut. Tiba-tiba bel rumahnya berbunyi. Ibunya menyuruh seorang pelayan membuka pintu. Natsu menoleh ke arah pintu dan terkejut melihat siapa disana. Gadis itu! Matsuda Kako! Hatinya bergejolak senang. Seluruh tenaga hidupnya, sisa-sisa harapan dan perasaannya berkumpul menjadi satu ketika melihat gadis itu.Tapi, bagaimana dengan ibunya? Natsu berharap ibunya tidak akan melihat gadis itu. Sayangnya, sang ibu yang melihat anaknya tercenggang menatap pintu rumahnya ikut memballikan badannya dan melihat gadis itu. 

"Sedang apa gadis itu disini?"

Natsu menggeleng. Ia tahu, apa yang harus dilakukannya. Ibunya pernah mengancam jika Natsu tetap bersikukuh bertemu dengan gadis itu, Ibunya akan melakukan segala cara untuk menghancurkan kehidupan gadis itu. Natsu berjalan keluar menuju pintu rumahnya.

"Sedang apa kau disini? Kau kira aku senang bertemu denganmu? Aku tak pernah berharap bertemu denganmu lagi. Jika kau tak ada urusan, sebaiknya kau pergi saja." kata Natsu, menatap gadis itu dengan tatapan tajam yang dibuat-buat. 

Sebenarnya, hatinya terasa begitu sakit saat kata-kata itu diluncurkan. Gadis itu akan membencinya. Tapi, itu lebih baik daripada gadis itu tersiksa. Natsu segera menutup pintu, tak tahan melihat wajah gadis yang menjadi sebagian hidupnya. Wajah gadis itu seperti akan menangis. Natsu masuk ke kamarnya dan melempar barang barangnya. Sial sekali hidupnya! Jika ia punya kemampuan untuk memilih ibu yang akan melahirkannya, ia memilih seorang ibu yang hidup di Hokkaido dan miskin. Semua demi gadis itu. Natsu memukul dadanya sendiri. Ia begitu marah pada dirinya yang takut pada kekuasaan ibunya. Ia menoleh ke jendela dan melihat ibunya sudah pergi. Tiba-tiba ia mendapatkan suatu ide. Setelah melihat kepergian ibunya, Natsu berlari keluar rumahnya yang megah, mengejar Kako yang menurutnya belum terlalu jauh.

Kako merasakan sebagian jiwanya telah menghilang. Entah kemana. Tapi, ia tak peduli. Apa-apaan perkataan lelaki itu tadi. Apakah surat yang diberikan untuknya hanya kebohongan? Dunianya seakan runtuh. Kako masih termenung sendirian ketika seseorang memeluknya dan membungkam mulutnya. Siapa? Kako melepaskan pelukan orang itu dan melihat siapa pelakunya. Takahiro Natsu?! Tapi, Bukakah lelaki itu mengusirnya tadi?!

"Hei, terkejut? Maafkan perkataanku tadi. Sebagai gantinya, maukah kau pergi ke Festival Tanabata bersamaku nanti malam?"

Kako terdiam, ia berjalan meninggalkan lelaki itu. Enak saja! Sudah mengusir tapi mengajaknya berbaikan! Menyebalkan sekali! bagaimana mungkin ia bisa menyukai lelaki menyebalkan ini?! Natsu mengejar Kako.

"Hei! Tadi aku hanya bercanda di depan ibuku!!! Aku tak bermaksud mengatakannya!!!"

"Seenaknya saja! Kau kira bagaimana perasaanku tadi!!! Jangan temui aku lagi!!! Penjahat! Semua suratku tidak ada yang kau balas. Ponselmu kau matikan! Buat apa jadi orang kaya tapi tidak mengaktifkan ponsel!! Natsu Bodoh! Aku membencimu!"

Kako menumpahkan segala kekesalannya pada lelaki itu. Natsu hanya tersenyum tanpa perasaan bersalah. Kemudian memeluk gadis itu lagi.

"Maafkan aku, Kau tidak mengerti situasinya. Jadi, bagaimana, kau mau ikut?"

Kako mengangguk pelan, kemudian ia balas memeluk lelaki itu. 
Seandainya waktu bisa berhenti dan membuat gadis itu tetap bersamanya, Natsu rela menukarkan apapun untuk itu.

Setelah gadis itu pergi, ponsel baru Natsu berdering, setelah melihat peneleponnya, Natsu mengangkatnya dengan malas.

"moshi-moshi, halo,..."

"Natsu, malam ini kau akan mengadakan pertemuan dengan tunanganmu. Ia setuju bertemu di Festival Tanabata."

Natsu mengerang kesal kemudian menutup ponselnya. Sial! Kenapa harus malam ini?! Mengapa dunia benar benar memisahkannya dengan gadis itu?!

***

Festival Tanabata. Kembang Api. Lampu-lampu cantik. Kako masih mengingat semua kejadian saat Natsu menyatakan perasaannya. Seperti biasa, Kako dapat menduga bahwa lelaki itu akan datang terlambat. Kemudian seorang lelaki menggunakan topeng datang menghampirinya dan menariknya pergi. Natsu? Kenapa menggunakan topeng? Sebenarnya kau selalu sembunyi dari apa? Sebenarnya, sejak kecil, Kako selalu bisa membaca pikiran Natsu, dan lelaki itu selalu terlihat seperti sedang menangis. Tiba-tiba Natsu berhenti, ia menunjuk ke atas. Kako mengerti, Vega dan Altair kan? Kako melihat ke arah Natsu dan menyadari lelaki itu telah membuka topengnya, kemudian Natsu mengecup bibir gadis itu. Dalam beberapa saat, bibir mereka saling bertautan dan Natsu memeluk Kako.

"aku mencintai Kako, Sejak kecil aku sudah mencintaimu, setelah ini pun aku akan tetap begitu."

Kako merasa ada yang aneh. Bukan ini yang sebenarnya Natsu akan sampaikan dan dia tahu yang sebenarnya.

"Tidak, kau datang ke sini bukan untuk mengatakan itu. tapi selamat tinggal. ya kan?"

"..."

"ya, benar, selamat tinggal." 

setelah Natsu mengatakan itu, ia pergi meninggalkan Kako dan Kako sempat melihatnya bersama perempuan lain. Dan sejak saat itu, ia tahu. Sejak kecil lelaki itu memang sudah ditunangkan. Seorang nona besar yang tidak akan ia tandingi meski ia jungkir balik menandinginya. Sebenarnya, sejak kecil pun ia sudah menyukai lelaki itu. Tapi, sekarang, selamat tinggal cinta pertamanya. Kako berlari kecil menuju stasiun untuk kembali ke Hokkaido.

***

Malam itu, Natsu mengetuk pintu kamar ibunya. Ia ingin mengetahui dimana surat-surat yang pernah ditunjukan untuknya. Setelah mendengar jawaban, Natsu langsung bertanya tanpa basa-basi.

"Apa ada surat untukku? Sebelum datang kesini, sepertinya gadis itu sudah mengirim surat untukku."

"surat? Tidak ada. Ibu tidak tahu."

"Begitu ya..."

Natsu berjalan menuju lemari penyimpanan berkas-berkas ibunya kemudian membongkarnya. Satu dus kecil berisi amplop-amplop surat. Ia melihat beberapa amplop kecil bertuliskan dari Matsuda. Natsu mengambil surat-surat itu lalu melemparkannya ke lantai.

"Lalu apa ini semua?! Aku kira ibu sudah berubah sejak kita mengadakan perjanjian itu, tapi ternyata?!..."

"Harusnya kau berterima kasih, ibu tidak membakar surat-surat itu. Kau tidak mau berterima kasih? Aku tidak suka dengan gadis itu!"

"Sejak dulu, ibu selalu begitu!!! Memangnya siapa yang pantas untukku?! Akulah yang berhak menentukan pasanganku bukan ibu! Aku kasihan pada ibu, selama ini aku hidup dengan harapan dapat melihat ibu tersenyum! tapi, bagiku, ibu adalah, monster yang menghancurkan seluruh hidupku"

Setelah mengungkapkan semua perasaan yang dipendamnya selama ini, Natsu pergi meninggalkan ibunya dalam keterkejutan dan memesan tiket pesawat terbang menuju Hokkaido. Kini, takdir cintanya ada di tangannya. Dan dia akan meraihnya. Tak lagi melepasnya.

***

Kako sedang duduk di teras rumahnya, hari itu hujan, sama seperti hatinya. Setelah mengetahui Natsu memiliki tunangan, ia sendiri memutuskan untuk pindah ke Kyushu, melanjutkan kuliah seninya. Kako akan berangkat tahun depan, dan ia berharap bisa melupakan perasaannya. Jika terus tinggal di Hokkaido, ia yakin dia tidak akan bisa melupakan lelaki itu. Terlalu banyak kenangan mereka yang tertinggal disini. Kako hanya berharap, lelaki itu dapat bahagia dengan pasangannya.

"Kako!!!"

Kako menatap lurus ke tengah hujan. Suatu bayangan mendekat dan... Astaga! bukankah itu Natsu?! Kako berlari menembus hujan. Mereka berdiri bertatapan. Kemudian lelaki itu tersenyum sambil memeluk Kako.

"Aku meninggalkan semua hartaku. Aku datang tanpa membawa apapun. Apa kau keberatan dengan diriku yang seperti ini?"

Kako menggeleng, kemudian Natsu menunduk dan mengecup bibir gadis itu.

Vega dan Altair, takdir baru, musim panas, Hokkaido, dirimu, dan cinta kita.

The end.